Makna Lagu Because I Liked a Boy – Sabrina Carpenter. Lagu “Because I Liked a Boy” yang dibawakan Sabrina Carpenter telah menjadi salah satu karya paling impactful dalam album Emails I Can’t Send yang dirilis pada 2022. Hingga akhir 2025, lagu ini masih sering dibahas karena keberaniannya menyentuh isu bullying online, slut-shaming, dan dampak rumor pada kesehatan mental. Dengan irama ballad yang lembut tapi lirik yang tajam, lagu ini menceritakan pengalaman penyanyi yang menjadi target kebencian publik hanya karena menyukai seseorang yang sudah memiliki hubungan. Makna utamanya adalah kritik terhadap double standard masyarakat, di mana wanita sering disalahkan atas masalah romantis pria. Lagu ini bukan sekadar curhatan pribadi, tapi pernyataan kuat tentang resilience dan penolakan terhadap narasi toksik. Di era media sosial yang semakin intens, “Because I Liked a Boy” tetap relevan sebagai anthem bagi korban cyberbullying. BERITA BASKET

Kritik terhadap Double Standard dan Slut-Shaming: Makna Lagu Because I Liked a Boy – Sabrina Carpenter

Makna inti lagu ini terletak pada pengungkapan double standard yang sering dialami wanita dalam hubungan segitiga. Dalam verse pertama, Carpenter menyanyi tentang bagaimana ia dicap sebagai “homewrecker” dan “mistress” hanya karena menyukai seorang pria, sementara pria tersebut tidak mendapat sorotan serupa. Lirik seperti “Because I liked a boy / I never was the same” menunjukkan transformasi negatif yang dialaminya akibat hate yang masif. Ia menggambarkan dirinya sebagai “the girl who cried wolf” yang kini tidak lagi dipercaya, meski sebenarnya menjadi korban narasi yang dipelintir. Kritik ini tajam terhadap slut-shaming, di mana wanita dihakimi atas pilihan emosionalnya sementara pria lolos begitu saja. Dengan nada sarkastik, lagu ini menyoroti bagaimana masyarakat cepat menyalahkan pihak ketiga perempuan tanpa memahami konteks penuh, mencerminkan isu gender yang masih aktual di 2025.

Dampak Bullying Online pada Kesehatan Mental: Makna Lagu Because I Liked a Boy – Sabrina Carpenter

Lagu ini juga membahas secara mendalam trauma akibat bullying online yang dialami Carpenter. Bagian “Now I’m a homewrecker, I’m a slut / I got death threats filling up semi-trucks” menggambarkan eskalasi hate dari komentar biasa menjadi ancaman serius yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Ia mengakui perubahan diri, seperti menjadi anxious dan insecure, serta kesulitan move on karena trauma yang tertinggal. Lirik bridge “Tell me who I am / ‘Cause I don’t have a choice” menunjukkan hilangnya identitas akibat label yang dipaksakan publik. Makna ini menjadi peringatan tentang bahaya cyberbullying, terutama bagi figur publik yang sering menjadi target rumor. Di tahun 2025, ketika kesadaran kesehatan mental semakin tinggi, lagu ini sering dikaitkan dengan diskusi tentang dampak hate online terhadap perempuan muda, menginspirasi banyak pendengar untuk berbagi pengalaman serupa.

Proses Penyembuhan dan Empowerment

Meski penuh kepedihan, “Because I Liked a Boy” juga menyampaikan pesan penyembuhan dan empowerment. Di akhir lagu, Carpenter menyatakan bahwa ia belajar dari pengalaman tersebut, meski dengan biaya mahal. Lirik seperti “All because I liked a boy” diulang sebagai pengakuan bahwa kesalahan sederhana seperti jatuh cinta tidak seharusnya menghancurkan seseorang. Ini adalah bentuk reclaiming narrative, di mana ia menolak rasa bersalah yang dipaksakan dan memilih untuk maju. Penampilan live lagu ini sering disertai pesan positif tentang self-love dan resilience, membuatnya menjadi anthem bagi yang pernah menjadi korban judgment publik. Makna empowerment ini terlihat dari bagaimana Carpenter mengubah pengalaman pribadi menjadi lagu yang memberdayakan pendengar, mengajarkan bahwa trauma bisa diubah menjadi kekuatan untuk tumbuh lebih tangguh.

Kesimpulan

“Because I Liked a Boy” oleh Sabrina Carpenter adalah lagu yang kuat dalam mengkritik double standard, mengungkap dampak bullying online, dan merayakan proses penyembuhan. Di akhir 2025, maknanya semakin dalam sebagai cerminan isu sosial yang masih relevan di era digital. Lagu ini bukan hanya tentang patah hati, tapi tentang perjuangan melawan narasi toksik dan reclaiming kontrol atas cerita sendiri. Dengan kejujuran yang mentah dan pesan empowering, ia menginspirasi pendengar untuk tidak membiarkan opini orang lain mendefinisikan nilai diri. Sebuah karya yang membuktikan kekuatan musik dalam menyuarakan pengalaman perempuan dan mendorong perubahan positif di masyarakat.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…